Politik

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Calon Dewan

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Otomotif

Indeks

FOMO dan Masyarakat Kota

Oleh: Tantan Hermansah
Sabtu, 03 Februari 2024 | 10:24 WIB
Share:
Foto: Ilustrasi FOMO
Foto: Ilustrasi FOMO

RAJAMEDIA.CO - Opini - BANYAK di antara kita melakukan sesuatu bukan karena pertimbangan yang diperoleh melalui analisis dan perhitungan yang mendalam; lebih sering pertimbangan ini berasal dari keinginan untuk mengikuti tren atau momen.

Kemudian Tindakan dan keputusan ini kemudian diberi istilah FOMO atau Fear Of Missing Out.

Dalam masyarakat perkotaan yang semakin terhubung karena adanya realitas digital, FOMO ini menjadi lebih umum, biasa, karena setiap orang sangat mungkin mendapatkan beragam informasi mengenai sesuatu barang atau suatu tujuan yang sedang dalam perbincangan banyak orang.

Contoh nyata dari realitas FOMO ini adalah menjelang liburan. Ketika media sosial menginformasikan tujuan suatu tempat wisata menjadi prioritas utama, karena begitu banyak orang yang merekomendasikannya. Jalanan yang semula kosong tiba-tiba dipenuhi oleh berbagai kelompok wisatawan, dari yang berjalan kaki hingga yang menggunakan mobil. Penyebaran informasi yang cepat dan perasaan FOMO seperti menjadi satu kesatuan memicu massa untuk tidak kehilangan momen.

Namun, di balik keriuhan itu terdapat pertanyaan dasar: mengapa seseorang rela menghabiskan sumberdaya yang berharga, bahkan tidak sedikit yang berhutang, atau mengorbankan tabungan, hanya untuk mengunjungi destinasi yang populer?

Jawabannya mungkin terletak pada keinginan untuk tidak melewatkan momen atau rasa FOMO, yang sering mengalahkan pertimbangan ekonomi.

FOMO juga dapat berupa keinginan untuk membeli barang-barang tertentu yang sedang populer, meskipun barang-barang yang Anda miliki saat ini masih layak dan layak pakai. Contoh ketika munculnya iklan untuk PO (pre-orde) suatu gawai, tetiba merasa bahwa gawai yang dipakainya menjadi using, ketinggalan jaman, sehingga siap memesan lagi yang baru. Apa pun caranya.

Rasa FOMO untuk memiliki barang-barang terbaru mendorong sebagian orang untuk melanjutkan siklus konsumsi yang tidak pernah puas.

Kita dapat membedakan dua sisi fenomena FOMO ini. Di satu sisi FOMO menghasilkan efek positif. Di mana keinginan untuk tetap mengikuti tren dan momen tersebut, seseorang akan berusaha terus meningkatkan pengetahuan dan pengalaman. Sementara di sisi negatif, tidak jarang sikap FOMO akhirnya menjerat pelaku pada pusaran utang, bahkan menipu, atau hanya ingin gaya semata, tetapi tidak diimbangi dengan kapasitas yang memadai.

Untuk mengendalikan dampak negatif FOMO, penting bagi setiap orang untuk memprioritaskan dan merencanakan sumber daya mereka dengan bijak. Pengembangan kebiasaan yang sehat dan latihan pengendalian diri sangat penting untuk mengurangi dampak FOMO dan memastikan bahwa keputusan dibuat dengan mempertimbangkan dengan cermat dan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas yang sebenarnya. Dengan demikian, kita dapat menghindari terjebak dalam tindakan impulsif yang disebabkan oleh takut kehilangan momen.

Untuk terus berpikir tentang FOMO, kita harus mempertimbangkan dampak yang lebih dalam dari fenomena ini pada masyarakat perkotaan modern. FOMO memengaruhi perilaku sosial yang lebih luas selain keputusan konsumsi individu.

Salah satu dampak yang patut diperhatikan adalah munculnya perlombaan sosial di masyarakat, juga dikenal sebagai "kompetisi gaya hidup". Ada kecenderungan bagi orang untuk membandingkan diri mereka dengan orang lain berdasarkan pengalaman atau pencapaian yang mereka miliki. Ini menimbulkan tekanan untuk terlihat sukses, bahagia, dan terlibat setiap saat ketika Anda sedang populer.

Dalam situasi ini, FOMO bukan hanya masalah individu; itu adalah refleksi dari pergeseran sosial saat ini. Masyarakat di kota sering kali menjadi medan pertempuran untuk memperebutkan perhatian, pengakuan, dan kepuasan diri melalui konsumsi atau partisipasi dalam acara-acara yang sedang populer.

Kita harus bertanya pada diri kita sendiri apa artinya kebahagiaan dan kepuasan hidup di balik dorongan untuk terus terlibat dalam momen-momen tersebut. Apakah kebahagiaan kita benar-benar bergantung pada apa yang kita miliki atau jumlah waktu yang kita habiskan? Apakah ada prinsip-prinsip yang lebih dalam yang harus kita pikirkan saat mencari makna kehidupan?

Kebahagiaan dan kepuasan sejati tidak selalu datang dari pencapaian yang mendalam, hubungan yang bermakna, dan kontribusi positif kepada masyarakat dan dunia di sekitar kita. Sebaliknya, mereka seringkali datang dari hal-hal luar atau pemenuhan keinginan sesaat.

Membangun kepercayaan diri yang kuat, menetapkan batasan yang sehat, dan memprioritaskan nilai-nilai yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan kita dalam hidup adalah semua hal yang diperlukan untuk menghadapi tekanan FOMO.

Dengan cara ini, kita dapat mengatasi efek negatif FOMO dan menemukan kedamaian dan kepuasan yang lebih dalam dalam kehidupan kita. Kita dapat mengarahkan perhatian dan energi kita pada hal-hal yang benar-benar penting dan berarti bagi kita secara pribadi dan kolektif, bukan hanya mengikuti tren atau momen.

*Penulis: Pengajar Sosiologi Perkotaan, Ketua Prodi Magister KPI UIN Jakartarajamedia

Komentar: