Politik

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Calon Dewan

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Otomotif

Indeks

Bantuan Sosial dan Pelanggengan Kemiskinan

Oleh: Dr. Tantan Hermansah
Rabu, 10 Januari 2024 | 11:02 WIB
Share:
Ilustrasi Bansos (Foto: Medsos)
Ilustrasi Bansos (Foto: Medsos)

RAJAMEDIA.CO - Jakarta -  PERNYATAAN Wakil Presiden Republik Indonesia, Kyai Haji Ma'ruf Amin, tentang bantuan sosial yang seharusnya dikurangi karena melestarikan kemiskinan, telah memicu publik untuk melakukan diskusi yang mendalam tentang seberapa baik kebijakan tersebut menangani kemiskinan di Indonesia.

Untuk membahas pernyataan ini secara lebih sistematis, mari kita baca persoalan kemiskinan di negara ini.

Ada dua cara utama untuk memahami angka kemiskinan di Indonesia, melalui angka kemiskinan absolut dan situasi relatif. Angka kemiskinan relatif menunjukkan seberapa mungkin seseorang memenuhi kebutuhan dasar mereka. Di sisi lain, angka kemiskinan absolut menunjukkan perhitungan pendapatan minimum yang menempatkan seseorang dalam kelompok miskin.

Peruntukkan Bansos

Bantuan sosial seharusnya difokuskan pada kelompok rentan, seperti orang tua yang lanjut usia, anak-anak yang tidak memiliki orang tua, atau orang dengan gangguan fisik atau mental. Secara ideal, bantuan sosial bertujuan untuk memberikan perlindungan tambahan dan mendukung kelompok yang secara alami lebih rentan terhadap tekanan ekonomi dan sosial.

Namun, realitas sering menunjukkan bahwa penerapan bansos tidak selalu sesuai dengan tujuan ini. Banyak situasi di mana bantuan sosial diberikan tanpa mempertimbangkan siapa yang benar-benar membutuhkannya. Akibatnya, fokus kebijakan kemiskinan menjadi bias, dan kelompok-kelompok yang paling rentan sering kali tetap terbiarkan dan terabaikan. Tidak hanya distribusi yang diperlukan, tetapi juga pemahaman menyeluruh tentang kebutuhan khusus kelompok rentan ini.

Bantuan sosial akan berhasil mencapai tujuan yang tepat, memiliki dampak positif, dan mengurangi ketidaksetaraan sosial dengan pendekatan yang lebih rinci dan berfokus pada individu.

Bahaya Bansos

Bansos yang tidak tepat sasaran atau tidak terarah dapat merugikan masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya kelompok rentan. Bansos yang tidak sampai ke kelompok yang benar-benar membutuhkannya dapat berdampak pada banyak hal penting.

Pertama-tama, masyarakat yang seharusnya diberdayakan dapat menjadi pasif dan tergantung karena ketidaktepatan dalam pendistribusian bansos. Bantuan yang jatuh ke tangan yang salah dapat merusak produktivitas dan kemandirian individu, merusak potensi yang seharusnya dapat ditingkatkan.

Selanjutnya, bansos yang tidak sesuai sasaran memungkinkan pemanfaatan dan penyalahgunaan yang tidak etis. Mereka yang berkuasa dalam masyarakat dapat memanfaatkan celah ini untuk memperoleh keuntungan pribadi, merusak integritas kebijakan, dan memperkuat ketidaksamaan sosial yang sudah ada.

Selain itu, ketidaktepatan dalam pembayaran bansos dapat menyebabkan hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara pemberi bantuan dan penerima. Penglihatan masyarakat terhadap pemberi bantuan sebagai entitas yang berkuasa dapat mengurangi kepercayaan dan minat masyarakat untuk berpartisipasi dalam program bantuan yang sebenarnya mereka butuhkan.

Dalam jangka panjang, bansos yang tidak tepat sasaran dapat berdampak negatif pada struktur sosial, menyebabkan ketidaksetaraan yang lebih besar, dan menghambat kemajuan ekonomi. Akibatnya, diperlukan penyempurnaan metode distribusi bantuan sosial untuk memberikannya kepada mereka yang paling membutuhkannya, dan memberikan ruang yang memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam proses pemulihan ekonomi dan sosial.

Untuk memiliki dampak yang positif dan berkelanjutan, kebijakan distribusi bansos harus diperhatikan dengan lebih rinci. Ini juga memerlukan upaya untuk menemukan dan mendukung kelompok rentan dengan lebih baik. Hal ini akan memastikan bantuan sosial sampai ke orang-orang yang paling membutuhkan bantuan.

Tidak jarang, terjadi kasus Bansos digunakan oleh elit untuk mendapatkan uang. Beberapa petinggi negara bahkan menggunakan bansos sebagai alat untuk memperkaya diri dan keluarga mereka. Jumlah yang tidak terungkap mungkin jauh lebih besar daripada yang dapat ditangkap. Sehingga hal ini menambah kompleksitas masalah perbansosan ini.

Selain itu, bansos dapat membahayakan kesehatan anggota staf pemerintah. Kebijakan yang hanya memberikan bantuan tanpa membangun hubungan yang positif antara penerima dan pemberi bantuan menciptakan ketidakseimbangan kekuatan dan meningkatkan ketidaksamaan sosial.

Solusi

Karena keyakinannya bahwa kebijakan bansos tidak mengurangi kemiskinan, Wakil Presiden mungkin frustrasi dengan program bansos. Solusi yang lebih holistik harus dipertimbangkan.

Metode seperti ini dapat mencakup pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan pelatihan dan keterampilan. Pemerintah dapat mengubah program bantuan sosial menjadi alat yang mendorong pertumbuhan dan kemandirian dengan memberikan masyarakat alat yang mereka butuhkan untuk menjadi mandiri, serta mengutamakan keberlanjutan dan keseimbangan

Lebih lanjut, pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan bansos berfokus pada bantuan material serta keseimbangan sosial dan keberlanjutan. Jika kita ingin menghasilkan dampak positif, kita dapat mendorong ekonomi lokal, meningkatkan akses ke pendidikan, dan mendukung usaha mikro.

Dengan menggabungkan strategi ini, pemerintah dapat membuat kebijakan yang tidak hanya memberikan bantuan sementara, tetapi juga merangsang pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan secara berkelanjutan.

Kesimpulan

Bantuan sosial sebagai alat untuk memerangi kemiskinan harus diperiksa dan dievaluasi secara menyeluruh. Pernyataan Wakil Presiden meningkatkan kesadaran bahwa Indonesia perlu mengubah paradigma dalam menangani kemiskinan. Dengan menggunakan pendekatan yang lebih holistik yang berpusat pada peningkatan keterampilan dan pemberdayaan, mungkin kita dapat melihat perubahan yang positif dalam upaya untuk mengakhiri kemiskinan dan membangun masyarakat yang lebih mandiri.

*Penulis adalah Pengajar Sosiologi Perkotaan, Ketua Prodi Magister KPI UIN Jakarta.rajamedia

Komentar: