Politik

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Calon Dewan

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Otomotif

Indeks

PPN Indonesia Tertinggi Kedua di ASEAN, Naik 12 Persen Jadi Tertinggi di ASEAN

Laporan: Tim Redaksi
Minggu, 17 Maret 2024 | 14:17 WIB
Share:
Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah. (Foto: Repro)
Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah. (Foto: Repro)

RAJAMEDIA.CO - Parlemen - Tarif pajak pertambahan nilai (PPN) di Indonesia saat ini sebesar 11 persen, tercatat sudah tertinggi nomor dua di ASEAN, jika PPN naik 12 persen akan menjadi yang tertinggi di ASEAN.

Demikian disampaikan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah membandingkan tarif pajak negara kita dan luar, Minggu (17/3).

BACA JUGA

"Filipina tarif PPN-nya tertinggi di ASEAN sebesar 12 persen, Indonesia 11 persen, Malaysia, Kamboja, dan Vietnam masing-masing 10 persen, sementara Singapura, Laos, dan Thailand mencapai 7 persen. Kalau tahun depan kita naik 12 persen, menjadi tertinggi di ASEAN," terang Said Abdullah.

Petinggi PDI Perjuangan (PDIP) juga menyoroti tingkat daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih jika dibandingkan dengan periode sebelum 2019, atau sebelum pandemi Covid-19.

Karena itu, ia mewanti-wanti pemerintah untuk berhati-hati terkait rencana untuk menaikkan PPN  menjadi 12 persen.

"Saya meminta pemerintah untuk membuat kajian atas rencana kenaikan PPN ini lebih komprehensif, mempertimbangkan semua aspek, bukan semata mata keinginan untuk menaikkan pendapatan negara,” ujarnya.

Menurut Said Abdulah, konsumsi rumah tangga pada 2023, memang tumbuh 4.82 persen. Namun perlu diingat bahwa pertumbuhan itu masih lebih rendah ketimbang dengan rata rata 2011-2019 yang berada di level 5.1 persen.

"Kita juga bisa mencermati angka Indeks Pejualan Riil (IPR) antara periode sebelum covid19 dengan periode pemulihan sejak dua tahun lalu. Pada tahun 2019 IPR sempat menyentuh 250, dengan angka terendah 220, sementara paska Covid19, setidaknya di tahun 2023, IPR tahun 2023 rata rata dibawah 210,” jelasnya.

Ia meminta pemerintah tidak gegabah dalam menetapkan suatu kebijakan.

Said Abdullah menekankan perlu ada kajian atas rencana keniakan PPN secara komprehensif, mempertimbangan semua aspek, dan tidak hanya sebatas bagaiamana cara menaikkan pendapatan negara dengan dibebankan kepada rakyat.

"Tetapi menimbang bagaimana kondisi perekonomian kita di tahun 2025, terutama daya beli masyarakat, tingkat inflasi di consumer good, perumahan, transportasi, pendidikan dan kesehatan. Pemerintah harus banyak akal untuk menaikkan pendapatan negara tanpa harus membebani rakyat,"demikian tutup Said Abdullah melansir laman Disway.rajamedia

Komentar: