Politik

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Calon Dewan

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Otomotif

Indeks

Khofifah dan Saifullah Yusuf Bisa Saja Hanya Pepesan Kosong

Oleh: Dr. Sholeh Basyari M. Phil
Rabu, 17 Januari 2024 | 11:27 WIB
Share:
Ilustrasi Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Walikota Pasuruan Saifullah Yusuf. (Foto: Repro)
Ilustrasi Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Walikota Pasuruan Saifullah Yusuf. (Foto: Repro)

RAJAMEDIA-CO - Jakarta - PERSIS sejak Rabu, 10 Januari 2024, Khofifah resmi sebagai bagian dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo - Gibran.

Langkah Khofifah ini sejatinya tidak mengejutkan. Justru yang layak dicermati sekaligus warning bagi Prabowo Gibran adalah, seberapa efektif Khofifah mampu memimpin pasukan dan memenangkan pertempuran di Jawa Timur?

Pertanyaan ini layak dihadirkan untuk melihat sejumlah realitas serta sejumlah perubahan di lapangan berikut.

Pertama, sebagai pemimpin, Khofifah sudah "mentok" kreativitasnya, tidak ada terobosan baru yang dihadirkan baik sebagai gubernur maupun sebagai ketua umum muslimat NU. Dari sejumlah program muslimat NU, hanya layanan bimbingan haji yang progresnya bisa disebut baik.

Selebihnya program-program lain seperti: bidang kesehatan, tidak ada satupun penambahan rumah sakit muslimat. Panti asuhan, asrama pelajar (mahasiswa) putri, panti jompo, balai kesehatan lain (rumah bersalin dan klinik), nyaris tanpa sentuhannya sebagai ketum muslimat maupun sebagai gubernur Jawa Timur.

Kedua, posisinya sebagai ketum muslimat NU sejak tahun 2000 hingga sekarang, dalam konteks apapun bukanlah "prestasi". Hanya sudut pandang orde baru-lah yang melihat sisi positif "semakin lama pemimpin memimpin, semakin baik".

Secara civil society, semakin lama Khofifah memimpin, mencerminkan mandegnya sirkulasi elit, melahirkan "soft otoritarianisme".

Ketiga, data yang menyebut anggota NU sekitar 100 juta, bukanlah data kependudukan dan otomatis bukan data pemilih. Data itu adalah data survei. Data survei tak ubahnya seperti data suporter sepakbola. Artinya sebanyak apapun suporter Persebaya misalnya, sama sekali tidak mencerminkan "satu suara" dalam politik, dalam pilpres.

Mobilisasi massa dalam rapat umum baik yang dilakukan oleh Khofifah, Saifullah Yusuf ataupun Muhaimin misalnya, dengan menggunakan "teori suporter" tersebut, adalah berasal dari kelompok, jama'ah dan majelis yang sama.

Bukan rahasia lagi, ada penyedia jasa layanan pengerahan seperti ini. Mayoritas warga NU yang bekerja secara informal, mudah dan fleksibel dimobilisasi untuk kepentingan seperti ini.

Keempat, dengan sejumlah catatan ini, penunjukkan Prabowo atas Khofifah sebagai "panglima" untuk merebut kemenangan di Jawa Timur, tampaknya sudah diantisipasi secara jauh-jauh hari oleh Muhaimin. Kehadiran pendamping desa dengan struktur berjenjang dari kabupaten-kecamatan-desa, secara programatik mampu membentengi basis-basis binaan PKB dari infiltrasi Khofifah dan Saifullah Yusuf.

Saya khawatir Saifullah Yusuf dan Khofifah adalah pepesan kosong, sebab keduanya bisa disebut "expired player".

*Penulis: tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) dan Direktur Eksuktif Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS)rajamedia

Komentar: