Politik

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Calon Dewan

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Otomotif

Indeks

Soroti Sanksi Peringatan Keras Terakhir DKPP, Hakim MK: Kalau Berulang, Mestinya Putusannya Dibuang!

Laporan: Tim Redaksi
Jumat, 05 April 2024 | 21:47 WIB
Share:
Hakim Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat menyoroti putusan DKPP soal sanksi perngatan keras terakhir. (Foto: Dok YouTube MK)
Hakim Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat menyoroti putusan DKPP soal sanksi perngatan keras terakhir. (Foto: Dok YouTube MK)

RAJAMEDIA.CO - Sengketa Pilpres - Mahkamah Konstitusi menyoroti soal sanksi peringatan keras terakhir berulang yang dijatuhkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kepada para komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Saksi peringatan keras terakhir itu sudah tiga kali dijatuhkan DKPP ke Ketua KPU RI Hasyim Asyari.

Terkahir, DKPP menjatuhkan sanksi tersebut berkaitan dengan penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto dalam sidang nomor 135-PKE-DKPP/XXI/2023, 136-PKE-DKPP/XXI/2023, 137-PKE-DKPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DKPP/XXI/2023 pada awal Februari lalu.

Sidang itu bukan yang pertama menjatuhkan peringatan keras terakhir kepada komisioner KPU RI.

Hakim konstitusi Arief Hidayat, menyebut kalau ada pelanggaran kode etik lagi yang dilakukan komisioner KPU, sanksinya harus dibuang merujuk sanksi pemberhentian yang pernah dijatuhkan DKPP ke komisioner KPU periode sebelumnya.

Pernyataan itu disampaikan Arief dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 yang menghadirkan DKPP.

Ketua DKPP Heddy Lugito sebe,umnya memaparkan putusan-putusan pihaknya terkait pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.

DKPP dihadirkan ke sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di MK lantaran salah satu dalil permohonan pasangan calon presiden-wakil presiden Pilpres 2024 terkait lumpuhnya independensi penyelenggara pemilu akibat intervensi kekuasaan serta ketidakefektifan dan keberpihakan penyelenggara pemilu.

"Ada kolaborasi antara ketiga lembaga yang hadir di sini, KPU, Bawaslu, dan DKPP. Ini ketiganya bermain untuk kepentingan bersama, ya enggal tahu untuk apa, (tapi) itu ada dalil itu. Sehingga DKPP ke Mahkamah untuk memberikan penjelasan," kata Arief, Jumat (5/4).

Arief lantas menyinggung persoalan berkaitan dengan pencalonan yang sangat keras muncul dalam sidang PHPU Pilpres 2024.

Sebab, KPU langsung melaksanakan putusan MK yang membuka jalan bagi Gibran untuk dapat dicalonkan dalam kontestasi Pilpres 2024, tanpa mengubah peraturan KPU (PKPU).

Langkah komisioner KPU itu kemudian diadukan ke DKPP dan diputus dengan sanksi peringatan keras terakhir ke Hasyim dan enam anggota KPU RI lainnya.

"Kalau memberi sanksi seluruh anggota KPU dengan peringatan keras terakhir, besok kalau ada pelanggaran lagi ya harus dibuang. Jangan kerasnya, keras terus. Terakhirnya, terakhir terus. Sampai nggak selesai-selesai," kata Arief.

Dua putusan DKPP terkait sanksi peringatan keras terakhir pertama kali dijatuhkan ke Hasyim pada April 2023 karena kasus yang dilaporkan Ketum Partai Republik Satu Hasnaeni atau "Wanita Emas".

Berikutnya pada Oktober 2023, Hasyim juga disanksi peringatan keras karena mengatur penghitungan keterwakilan perempuan bertentangan dengan UU Pemilu.

Sebelumnya, pengajar hukum pemilu dari Universitas Indonesia Titi Anggraini mengatakan tiga sanksi teguran keras terakhir kepada Hasyim dapat menggerus kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024. Selain itu, penyelenggaraan pemilu dicap bermasalah karena tidak profesional dan tidak patuh hukum.rajamedia

Komentar: