Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Mencari Model Pendidikan Alternatif di Tengah Arus Perkembangan Global

Oleh: Prof. Dr. Fauzan, M.A.
Selasa, 31 Oktober 2023 | 09:11 WIB
Share:
Foto: Ilustrasi
Foto: Ilustrasi

RAJAMEDIA.CO - Opini - Pendidikan adalah upaya secara individu atau kelompok untuk melakukan perubahan, pendewasaan, dan pematangan seseorang melalui berbagai kegiatan, seperti pengajaran, pembimbingan, pelatihan, pendampingan, dan kegiatan interaksi edukatif lainnya.  Pendidikan disebut juga sebagai usaha pemberian pemahaman pengetahuan (transfer of knowledge), penanaman nilai karakter (transfer of value), penyampaian nilai budaya (transfer of culture), serta penanaman nilai agama (transfer of religious) peserta didik.

Hakikat pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki potensi spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Achmad Munib, 2004: 142).

Pendidikan dipahami sebagai usaha dalam menyiapkan pribadi yang tangguh, baik secara konsep, skill, attitude, dan mampu menerapkannya dalam kehidupan nyata. Hal ini senada dengan Ki Hajar Dewantara, bahwa hakikat pendidikan adalah upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.

Menghadapi tuntutan masyarakat global yang sarat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, makna pendidikan terus mengalami pergeseran makna.

Pendidikan tidak lagi hanya berkaitan dengan persoalan kompetensi dalam pengertian pengetahuan, tetapi secara pragmatis proses edukasi ini harus bisa menjamin para lulusannya dapat berkiprah secara nyata dalam kehidupan nyata. Dalam kajian yang lain, pendidikan dapat berarti proses (1) penyadaran, (2) pencerahan, (3) pemberdayaan, dan (4) perubahan perilaku.

Penyadaran memaknai pendidikan sebagai usaha yang dilakukan dalam rangka memberikan penyadaran kepada seseorang akan pentingnya interaksi yang dapat memberikan nilai positif bagi kehidupan. Pencerahan berarti melalui usaha pendidikan diharapkan seseorang dapat menemukan titik terang kehidupan yang kelak akan dijalani dapat diarahkan pada penghidupan yang lebih baik.

Konsep pemberdayaan dalam pendidikan tentu dimaknai sebagai upaya bagaimana memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk dapat hidup layak. Melalui pendidikan, seseorang dapat berdaya dan bangkit dari keterpurukan yang dirasakan sebagian orang, dan diharapkan melalui pendidikan kehidupan masyarakat akan jauh lebih maju, baik dari sisi ekonomi, sosial, dan cara pandang kehidupannya kelak.

Kondisi tersebut tentu perlu dilalui dengan kegiatan pendidikan yang dapat merubah perilaku seseorang, pendidikan bukan sekedar sekedar formalitas datang ke sekolah dengan memakai baju seragam, tetapi yang diharapkan dari aktivitas pendidikan adalah bagaimana perubahan perilaku, attitude dan sikap dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

Perubahan perilaku tidak mungkin dapat terwujud dengan sempurna, manakala tidak didukung dengan kecakapan berfikir, penguasaan wawasan, dan skill keterampilan yang dapat menopang kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pendidikan bukanlah sebatas aktivitas pengajaran, tetapi lebih dari itu semua pendidikan perlu dimaknai sebagai kegiatan komprehensif yang dapat membawa anak didik menjadi sosok pribadi yang santun akhlaknya, serta memiliki kecakapan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang membanggakan.

Pendidikan di Indonesia umumnya dibagi menjadi beberapa jalur, yakni pendidikan formal yang dilakukan secara berjenjang, dari pra pendidikan dasar, pendidikan dasar (tingkat SD/MI, SMP/MTs), pendidikan menengah (SMA/MA/SMK), hingga pendidikan tinggi; pendidikan nonformal yang dilakukan secara struktur dan berjenjang, dan pendidikan informal sebagai jalur pendidikan keluarga atau lingkungan.

Untuk memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat global, ada banyak tawaran model pendidikan yang ditawarkan, misalnya homeschooling, pola pendidikan yang memberikan kemerdekaan kepada peserta didik untuk mengembangkan kecerdasan yang dimiliki (multiple intelligences) sesuai keinginan dan kebutuhan. Pendidikan formal dengan distingsi kurikulum yang berbeda dari lembaga pendidikan lainnya.

Ada sekolah yang memberikan kompetensi tambahannya melalui pembiasaan agama, sebaliknya ada juga madrasah yang justru sangat kental dengan nuansa sains. Termasuk model pesantren, kelembagaan pendidikan Islam yang terus melakukan adaptasi dan inovasinya dalam perkembangan zaman.

Dalam konteks kekinian, pesantren disinyalir sebagai model pendidikan yang terus berfokus pada pengajaran ilmu-ilmu agama (religious sciences), ilmu pengetahuan alam dan umum (natural and social sciences), dengan mengkombinasi  pembiasaan nilai-nilai spiritual melalui berbagai ritual keagamaan.

Madrasah/Sekolah Islam Pembangunan Sebagai Alternatif Model Pendidikan

Tujuan utama pendidikan antara lain menyiapkan generasi emas dengan keutuhan kompetensi, pribadi yang mampu bersaing dengan hiruk pikuk perkembangan masyarakat global, menunjukkan eksistensi dirinya sebagai pribadi yang menjadi bagian dari lingkungan masyarakat (hablum minannas), serta pribadi dengan selalu menunjukkan ketaatannya kepada sang Khaliq  (hablum minallah).

Lembaga pendidikan harus mampu menyiapkan para pelajar yang mampu menunjukkan pribadi yang berakhlak karimah, berilmu pengetahuan, berwawasan global, bernalar kritis, berjiwa mandiri, dan memiliki kemampuan dalam membangun jejaring. Dalam kurikulum merdeka, pelajar dengan ciri demikian disebut sebagai “Profil Pelajar Pancasila”, bentuk penerjemahan dari tujuan pendidikan nasional.

Profil Pelajar Pancasila berperan sebagai referensi utama yang mengarahkan kebijakan-kebijakan pendidikan termasuk menjadi acuan untuk para pendidik dalam membangun karakter serta kompetensi peserta didik.

Madrasah dan Sekolah Islam Pembangunan sebagai lembaga pendidikan di bawah Yayasan Syarif Hidayatullah Jakarta terus melakukan inovasi, penyesuaian model pendidikan seiring dengan perkembangan abad modern.

Proses pendidikan harus dipahami sebagai proses penyiapan para generasi unggul dengan berbagai kecakapan, karenanya kegiatan pendidikan harus dibangun dengan kesadaran bersama, antara unsur pengelola, guru, peserta didik, orangtua, dan masyarakat. Proses pendidikan dikembangkan atas dasar fastabiqul-khairat, pengembangan gagasan inovasi yang memiliki kebermanfaatan luas.

Pada akhirnya, pendidikan harus dipahami sebagai proses penyiapan pribadi tangguh dalam mengarungi bahtera hidup di dunia, dan bekal keselamatan kehidupan di akhirat kelak.

Dalam rangka menjamin keberlangsungan dan ketercapaian pendidikan, Madrasah dan Sekolah Islam Pembangunan memiliki corak alternatif model pendidikan sebagai berikut: Pertama, dilihat dari kurikulum, kedua lembaga pendidikan tersebut secara formal mengikuti kebijakan pemerintah.

Madrasah Pembangunan mengkombinasi kurikulum Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Nasional, sehingga muatan keagamaan Islam dan pengetahuan umum sebagai tuntutan kebutuhan kompetensi tidak berkurang sedikitpun. Bahkan penguatan beberapa keilmuan sains, seperti matematika, IPA dilakukan melalui jam tambahan.  

Sementara Sekolah Islam Pembangunan mengambil kebijakan kombinasi antara kurikulum Pendidikan Nasional dengan kurikulum Yayasan yang dikembangkan. Pendidikan dikembangkan dengan empat rumpun besar, yakni iman, ilmu, amal dan ikhlas. Sehingga kurikulum yang diorientasikan pada penyiapan peserta didik dengan penguatan nilai karakter, peningkatan kreativitas, serta kecakapan digital sebagai “pembeda” dan penyiapan peserta didik di era teknologi informasi.  

Kedua, pembelajaran digital menjadi program yang dapat menjawab tuntutan perkembangan teknologi informasi. Pembelajaran digital merupakan pola pembelajaran yang menggabungkan antara web-based instruction, streaming video, audio, synchronous and asynchronous dengan kegiatan tatap muka.

Pemanfaatan pembelajaran digital dalam pendidikan berkaitan erat dengan ketersediaan sarana prasarana pendukung, lingkungan, serta kemampuan guru beradaptasi dengan pemanfaatan teknologi informasi yang tersedia.

Melalui penerapan pola pembelajaran yang terintegrasi kegiatan ekstrakurikuler robotic, pengenalan dan penggunaan Satu Aplikasi Satu Semester (SASAR), Pembiasaan penggunaan dasar-dasar program (Excel, Word, dan PPT), pembelajaran dasar-dasar Algoritma, Pembelajaran dasar-dasar ilmu komputer, Penguasaan dasar-dasar sains, Penguasaan aplikasi teknologi sederhana, Pembiasaan dalam memanfaatkan teknologi digital dapat menambah wawasan peserta didik tentang kecakapan digital.

Ketiga, keunggulan yang didesain kedua lembaga pendidikan tersebut diarahkan pada kemampuan baca tulis al-Quran yang baik sesuai kaidah ilmu tajwid, dan membaca sesuai makhorij al-huruf yang benar.

Metode tilawati disinyalir sebagai metode membaca al-Quran yang mampu menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Selain kebiasaan shalat berjamaah, shalat dhuha berjamaah, rutinitas membaca al-Quran dengan metode tilawati menjadi salah satu kegiatan pembiasaan kurikulum (habitual curriculum).

Melalui keunggulan tersebut diharapkan peserta didik selalu menjadikan al-Quran sebagai bacaan utama di sekolah/madrasah, rumah dan lingkungan kesehariannya.

Berbagai keunggulan yang dimiliki Madrasah dan Sekolah Islam Pembangunan sangat bergantung pada penerapan model pengelolaan pendidikan, dukungan sarana prasarana sebagai wadah pengembangan minat bakat, dukungan masyarakat/orangtua, serta keberadaan guru sebagai pendidik profesional dengan keutuhan kompetensi yang terus menyesuaikan dengan kebutuhan zamannya.

Penulis: Direktur Pendidikan Yayasan Syarif Hidayatullah Jakarta Guru Besar Pengembangan Kurikulum FITK UIN Jakarta
 rajamedia

Komentar: