Politik

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Calon Dewan

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Otomotif

Indeks

Kota Pasca Mudik

Oleh: Tantan Hermansah
Senin, 01 Mei 2023 | 22:16 WIB
Share:
Ilustrasi pemudik Idul Fitri 1444 H. (Foto: Kompas)
Ilustrasi pemudik Idul Fitri 1444 H. (Foto: Kompas)

RAJAMEDIA.CO - Opini - Setelah Lebaran berlalu, dengan fenomena yang berulang seperti peristiwa mudik, terjadi kemacetan di beberapa titik. Serta cerita-cerita dramatis lain yang kadang terjadi menghiasi perjalanan para pemudik setiap tahun. Misalnya tahun ini ada cerita tentang seorang pemudik yang menggunakan kendaraan roda dua, secara tidak sengaja meninggalkan anak dan istrinya di suatu pemberhentian. Dia baru menyadarinya setelah perjalanan berlalu beberapa jam.

Ada lagi cerita yang cukup sering berulang dimana beberapa pengguna kendaraan mengalami kendala seperti overhead, kebocoran, atau masalah-masalah lainnya.

Mudik adalah fenomena kultural bangsa ini. Oleh karena itu, isi ceritanya pasti sangat banyak dan beragam. Meski ini hanya merupakan fenomena tahunan, tetapi karena merupakan aktivitas sebagian besar warga negara, maka proses pengelolaannya sudah melibatkan berbagai kalangan dan multi pihak. Sehingga mudik tidak hanya “milik” kaum muslim, tetapi ia sudah meluas menjadi realitas publik.

Artikel sederhana ini ingin mencoba memotret beberapa hal terkait bagaimana kota pasca pemudik balik lagi ke kota atau kediamannya masing-masing.

Rutinitas

Fenomena pertama yang pasti terjadi pasca para pemudik ini kembali lagi ke tempatnya masing-masing adalah mengecek kembali rutinitas yang sudah biasa mereka lalui selama ini. Mungkin yang masih memiliki tagihan pekerjaan yang belum selesai karena keburu libur, maka kembali menyesuaikan jadwal kerja untuk memenuhi tagihan tersebut.

Mungkin juga ada yang kemudian melakukan resign dari pekerjaan lamanya dan mulai menekuni kesibukan baru pasca mudik. Dana THR atau dana tabungan yang dimiliki dan sudah dialokasikan untuk memulai kesibukan baru, maka mereka mulai melakukan penataan ulang pada kesibukannya, seperti membuat perencanaan, pengorganisasian, dan membangun strategi untuk mengejar cita-citanya.

Sebenarnya, baik yang bekerja kepada pihak lain, maupun yang bekerja pada usahanya sendiri, sama-sama merupakan fenomena budaya kerja. Kerja, kata Marx, merupakan tindakan manusia dalam menunjukkan eksistensinya karena mengandung nilai-nilai rasionalitas, universal dan otonom, dan bahkan kerja adalah aktivitas pembeda antara manusia dan hewan. Sedangkan Nabi Muhammad SAW., merupakan sosok yang juga mengalami masa menjadi pekerja karena harus bekerja kepada orang lain.

Dalam konteks rutinitas, kerja merupakan bagian dari upaya mengisi alokasi waktu yang ada dengan kegiatan positif dan produktif. Sehingga dengan kerja, seseorang bukan hanya mendapatkan penghasilan, namun juga kemuliaan sosial.

Rutinitas bisa memberikan makna atau beban tergantung pada orangnya. Bagi mereka yang sudah menikmati keuntungan, maka rutinitas adalah kebutuhan; sedangkan bagi mereka yang justru memahami sebagai beban, maka rutinitas merupakan sesuatu yang ingin dihindari.

Isu Politik

Salah satu fenomena yang muncul menjelang mudik adalah diumumkannya calon presiden yang akan berkontestasi mengisi ruang politik Indonesia dari partai yang diketuai oleh Megawati Soekarno Putri.

Isu politik merupakan bagian dari keseharian masyarakat kota. Mereka yang mudik membincangkan persoalan politik sebagai bagian dari isi diskusi maupun obrolan antara pemudik dengan saudara-saudara di daerah tujuan. Meski biasanya sumber utama dari beragam informasi terkait politik itu bisa dikatakan sama, karena hanya bersumber dari media massa dan informasi yang beredar di media sosial, namun tetap saja bahwa membicarakan atau mendiskusikan persoalan politik antara orang kota atau pemudik dengan orang daerah selalu menjadi isu yang menarik dan tidak basi.

Maka begitu ada peristiwa baru seperti munculnya kandidat calon presiden yang diusung oleh kelompok tertentu, terlebih ini merupakan partai yang sedang berkuasa saat ini, maka isu politik akan menjadi pengisi ruang santai maupun serius mereka yang kembali ke kota.

Karena tidak jarang pesona daerah bisa sedikit menghanyutkan para pemudik untuk sejenak melakukan jeda diskusi maupun pembahasan pada isu serius seperti persoalan pemilu dan politik ini.

Namun begitu mereka kembali ke kota, maka upaya melakukan update atas beragam isu politik yang sedang beredar di kalangan warga, yang tidak jarang dibumbui dengan isu-isu mistik bawaan dari daerah, maka isu politik akan menjadi semakin hangat mengisi para pemudik yang sudah kembali ke tempat asal ini.

Atau mungkin bisa jadi karena peristiwa politik aktual itu kadang-kadang cukup memberikan pengaruh kepada kehidupan masyarakat, maka para pemudik yang datang ke kota akan menjadikan komitmen politik itu sebagai satu tindakan nyata yang akan diambil olehnya. Tindakan itu misalnya dalam bentuk melakukan kampanye, atau menjadi bagian dari relawan kubu tertentu dan sebagainya.

Hoax

Hal lain yang tetap menjadi PR bangsa ini adalah ketika persoalan hoax yang masih belum teratasi. Bahkan seperti tanpa jeda, para produser hoax ini tetap berproduksi membuat berbagai materi untuk di masyarakat kan terutama pada ruang sosial media yang bebas akses.

Dalam konteks para pemudik, maka isu ini akan tetap menjadi bagian dari makanan harian begitu mereka sampai di tempat asal. Apalagi untuk tidak melakukan konsumsi pada ragam informasi yang dilakukan oleh para pemudik ketika di daerah, bisa menjadi penyebab untuk mereka berupaya mengaktualkan kembali ragam informasi tersebut. Termasuk juga dalam mengkonsumsi informasi yang memiliki kandungan hoax.

Penjara

Maka kota pasca mudik adalah ruang di mana manusia mengais sejarahnya dalam belantara ruang yang dikontestasikan. Apakah mereka akan tetap sebagai subyek atau obyek dalam buku sejarah manusia, kita masih menunggu waktu menjelaskannya kelak.

Namun yang pasti, mudik sudah seperti penjara sejarah, di mana manusia-manusia terkungkung tidak bisa berbuat banyak di dalamnya, selain menikmatinya saja. Toh ini hanya fenomena tahunan, yang seiring waktu akan berlalu bersama debu waktu.

Penulis adalah Pengajar Sosiologi Perkotaan; Ketua Prodi Magister KPI UIN Jakartarajamedia

Komentar:
BERITA LAINNYA