Politik

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Calon Dewan

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Otomotif

Indeks

Ini Enam Isu Strategis Keumatan dalam Muktamar Muhammadiyah Ke-48

Laporan: Rizki Ahmad Suhaedi
Jumat, 18 November 2022 | 09:46 WIB
Share:
Foto: Ilustrasi
Foto: Ilustrasi

Raja Media (RM), Surakarta - Selain isi strategis kemanusian, Muktamar Muhammadiyah-‘Aisyiyah ke-48 di Surakarta akan membahas isu keumatan.

Isu-isu keumatan itu, yaitu :

1. Fenomena Rezimintasi Paham Agama

Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila, bukan negara agama maupun negara sekuler. Karena bukan negara agama maka tidak boleh ada agama yang mendominasi, apalagi kelompok keagamaan tertentu.

Muhammadiyah menyarankan agar: Pertama, negara agar bersikap moderat. Kedua, mendorong ormas Islam semakin menguatkan paradigma wasathiyah Islam yang genuine

Ketiga, mendorong negara untuk dapat menjadi fasilitator semua ormas keislaman dan ormas keagamaan; Keempat, mendorong negara untuk bersikap netral dan tidak menjadi alat politisasi agama.

Kelima, mendorong negara untuk tidak menciptakan segregasi politik terhadap ormas Islam dengan tidak menjadikan isu keagamaan sebagai isu politik mainstream dan nonmainstream.

2. Membangun Kesalehan Digital

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi menimbulkan perubahan mendasar dalam hampir semua aspek kehidupan umat manusia.

Revolusi industri 4.0 yang ditandai oleh masifikasi Internet of Thing (IoT), Artificial Intelligence (AI), 3D printing, big data, algoritma, dan aspek lain telah menciptakan ruang kehidupan manusia terkoneksi secara virtual.

Manusia hidup dalam dunia dan budaya digital yang serba mudah, cepat, dan luas yang memengaruhi alam pikiran dan orientasi tindakan yang menjadikan dirinya seperti insan modular.

Karenanya diperlukan dasar nilai yang membingkai perilaku bermedia sosial dan penggunaan media digital secara bermoral dalam wujud kesalehan digital, yaitu bagaimana adanya kesadaran moral atau etik dalam memanfaatkan sistem dan hidup di era digital.

3. Memperkuat Persatuan Umat

Umat Islam secara statistik adalah kelompok mayoritas di Indonesia. Jumlah umat Islam Indonesia adalah yang terbesar di dunia.

Umat Islam memiliki kekayaan intelektual, sosial, spiritual, moral, dan politik yang membentuk karakter, budaya, dan kedaulatan bangsa Indonesia.

Akan tetapi, eksistensi organisasi-organisasi Islam belum cukup tangguh menjadikan umat Islam sebagai kekuatan mayoritas yang menentukan. Keadaan ini harus diperbaiki.

Diperlukan komunikasi yang lebih intensif di antara pimpinan organisasi-organisasi Islam untuk menghilangkan sentimen primordial dan menjalin kedekatan personal serta persahabatan yang sejati.

4. Reformasi Tata Kelola Filantropi Islam

Dalam setahun setidaknya ada puluhan triliun dana filantropi, ini bukti Indonesia sebagai bangsa paling dermawan di dunia.

Tanpa ditopang oleh nilai-nilai teologis yang kuat dan etis yang dijunjung tinggi persoalan tata kelola dan keadilan distribusi akan berujung pada konflik kepentingan dan gugatan dari publik.

Pemanfaatan etos berderma ini jika menjadi problematik jika tidak ditopang oleh kapasitas dan praktik manajerial yang baik, akuntabilitas, distribusi manfaat maka kerja filantropi ini bisa jadi hanya mendorong populisme yang cenderung menyimpang.

5. Beragama yang Mencerahkan

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius yang memiliki ketaatan beragama, mengaji, dan mempraktikkan ajaran agama dengan baik.

Namun Tingginya semangat mengaji belum sejalan dengan kualitas materi dan penyaji.

Pengajian dan tabligh terkesan lebih memelihara tradisi dan kerutinan, yang miskin substansi, bahkan sebagian berubah menjadi pertunjukkan dan hiburan.

Kajian agama hendaknya diselenggarakan sebagai proses pencerahan agar umat memahami agama secara luas dan mendalam, serta agar agama menjadi sumber ajaran dan nilai-nilai yang menggerakkan dan memajukan umat.

6. Autentisitas Wasathiyah Islam

Masyarakat Islam Indonesia memiliki jati diri Islam yang moderat, ramah, dan santun.  

Cara pandang beragama yang tengahan (wasathiyah) dengan mengedepankan paham dan sikap yang adil, ihsan, arif, damai, dan menebar rahmat baik dalam menyikapi perbedaan maupun membangun kehidupan beragama.

Setiap kelompok yang berbeda saling menghargai dan menjaga persatuan.

Cara pandang yang menumbuhkan cara berfikir kritis, menghargai kelompok lain, dan toleransi (tasamuh) dalam melihat perbedaan dengan semangat persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah).rajamedia

Komentar: