Politik

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Calon Dewan

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Otomotif

Indeks

Halal Bihalal Pada Masyarakat Kota

Oleh: Tantan Hermansah
Minggu, 21 Mei 2023 | 19:45 WIB
Share:
Ilustrasi halal bihalal. (Foto: Tangkapan Layar)
Ilustrasi halal bihalal. (Foto: Tangkapan Layar)

RAJAMEDIA.CO - Opini - Salah satu tradisi pasca Ramadhan yang melekat dalam budaya masyarakat Indonesia adalah “halal bihalal”.

Halal Bihalal merupakan kegiatan yang berupaya untuk mempertemukan anggota dari satu komunitas pada satu wilayah/ institusi tertentu, yang biasanya dilaksanakan setelah Lebaran. Basis keanggotaan Halal Bihalal biasanya tergantung kepada entitas dari komunitas itu sendiri.

Bisa jadi Halal Bihalal melibatkan komunitas di dalam institusi tempat para anggotanya bekerja, atau pada komunitas berbasis kewargaan seperti tingkat RT tingkat RW dan sebagainya.

Tulisan pendek ini ingin mencoba memotret fenomena Halal Bihalal yang saat ini terjadi pada masyarakat kota.Tentu saja kegiatan ini juga pun dilaksanakan oleh masyarakat desa.

Namun berbeda dengan masyarakat desa, kegiatan Halal Bihalal di masyarakat perkotaan memiliki makna bukan hanya sekedar silaturahmi pasca Lebaran semata. Seperti kita tahu bahwa masyarakat kota, atau kaum Urban adalah mereka banyak yang tidak berasal dari lingkungan tempat mereka tinggal saat ini. Sehingga begitu menjelang Lebaran tiba, sebagian dari mereka kemudian melakukan perjalanan mudik ke kampung halamannya.  

Oleh karena mudik inilah, maka sebagian dari warga di entitas tersebut pun tidak sempat bertemu untuk melakukan silaturahmi ketika Shalat Ied dan atau setelahnya. Biasanya Shalat Ied selalu diwarnai dengan kegiatan bermaaf-maafan secara langsung setelah para jamaah selesai melakukan shalat. Namun bagi mereka yang kemudian melakukan perjalanan mudik, tentu mereka tidak akan sempat melakukan hal serupa, karena keberadaan dan kehadiran mereka yang memang tidak ada di tempat.

Masyarakat adalah susunan dari berbagai hal: anggota, nilai-nilai, keyakinan, struktur, dan seperangkat lain baik yang bersifat laten maupun fisik. Setiap komponen tersebut berinteraksi sesuai dengan porsi dan fungsinya. Ketika setiap fungsi berjalan sesuai dengan idealitasnya, maka pada saat itulah masyarakat pun bias terus melanjutkan misi mulia-nya, yakni menciptakan masyarakat.

Sebaliknya, ketika ada fungsi-fungsi yang tidak berjalan semestinya, maka kehidupan akan terganggu dengan sendirinya. Inilah yang kemudian disebut sebagai “anomali”. Setiap anomali adalah ancaman, yang bisa jadi mendisrupsi keberlanjutan suatu komunitas atau masyarakat.

Dalam rangka memastikan fungsi-fungsi social budaya dalam suatu masyarakat berjalan dengan baik, maka setiap tradisi yang baik harus dipastikan juga hadir dan terjaganya. Sebab melalui kepastian itu pula, maka masyarakat akan menemukan kenyamanan sosial-psiologis.

Dalam konteks demikian Halal Bihalal memiliki fungsi sosial yang sangat besar. Pertama, ia menjadi ruang untuk mempertemukan kembali subjek-subjek yang selama ini terpisah karena budaya mudik dan budaya lain. Maka tidak heran biasanya acara Halal Bihalal sering dihadiri oleh sebagian besar anggota dari komunitas tersebut. Sebab bagi mereka Halal Bihalal adalah kesempatan yang bisa jadi memang hanya setahun sekali. Dengan kesempatan yang langka tersebut maka mereka mengoptimalisasikan Halal Bihalal sebagai upaya-upaya saling  mempererat persaudaraan di dalam komunitas.

Kedua, Halal Bihalal adalah ruang publik yang kemudian mempertemukan beragam kelas dan kelompok sosial pada masyarakat kota, yang selama ini terpisahkan oleh kesibukan masing-masing maupun pilihan-pilihan hidup dan pekerjaan. Dalam kegiatan Halal Bihalal, mencairkan suasana lebih bisa terbangun dengan baik.

Ketiga, Halal Bihalal pun adalah kegiatan yang memiliki dimensi ekonomi yang cukup tinggi. Karena dalam kegiatannya dipastikan bahwa diperlukan dorongan sumber daya ekonomi yang cukup agar acara tersebut bisa sukses. Secara kasat mata misalnya bisa dilihat bahwa dalam pertemuan halal bihalal setidaknya ada kudapan dan makanan lain yang menyertai. Sesederhana  apapun acaranya tetap saja bahwa ada biaya yang perlu dikeluarkan oleh warga agar kegiatan tersebut berjalan sesuai dengan keinginan bersama.

Keempat, selain ajang silaturahmi yang sifatnya sosial, tidak sedikit dari kegiatan Halal Bihalal yang dijadikan ajang untuk memberikan sosialisasi atau difusi satu informasi yang dirasakan penting untuk diketahui oleh masyarakat. Misalnya informasi tentang pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah, maupun agenda-agenda lain yang berkaitan dengan masyarakat luas. Hal ini mungkin bisa dilakukan karena pada medium yang bernama Halal Bihalal, terdapat keragaman segmen masyarakat yang demikian banyak, yang membuat Informasi yang disampaikan bisa lebih efektif karena menjangkau banyak kalangan kelas sosial.

Penutup

Memang Halal Bihalal bukan tradisi masyarakat di mana Islam itu lahir. Halal Bihalal adalah pengaya dari tradisi Islam itu sendiri. Ia merupakan bentuk ijtihad budaya yang bersumber pada nilai-nilai dan ajaran Islam, seperti mengeratkan silaturahmi dan saling memaafkan serta saling menghormati antar tetangga, atau memuliakan tamu. Sehingga dengan fakta seperti itu, kita sudah harus melakukan lompatan budaya jauh lebih besar lagi dalam memperkaya tradisi-tradisi yang baik yang dihasilkan dari pemaknaan terhadap budaya Islam.

Islam menjadi indah dan elok bukan hanya ketika seluruh substansi ajarannya dilaksanakan, tetapi juga diinterpretasikan dan didialogkan pada budaya lokal serta konteks sosial masyarakat tertentu. Sehingga dengan visualisasi seperti ini maka Islam menjadi selain terlihat mencerahkan dan benar-benar menjadi rahmat bagi semesta alam.

*Penulis adalah Pengajar Sosiologi Perkotaan, Ketua Prodi Magister KPI UIN Jakarta.rajamedia

Komentar:
BERITA LAINNYA